Berita

Home / Berita / Detail
Genosida Gaza: Contoh Kejahatan Barat terhadap Islam
Genosida Gaza: Contoh Kejahatan Barat terhadap Islam
Senin, 22 Juli 2024 10:18 WIB

SECARA sederhana dan gamblang, genosida itu dimaknai dengan: pembumi-hangusan suatu etnik atau sebuah bangsa. Dan praktik Genosida paling nyata hari ini ada di Jalur Gaza, Palestina. Dan dapat dipastikan pelakunya negara Barat.

Kali ini Barat diwakili oleh Zionis-Yahudi, karena kaum yang dilaknat oleh Allah ini sudah mengakui bahwa perang melawan Hamas akan berlanjut karena mereka tengah membela peradaban Barat.

Peradaban Barat memang peradaban bar-bar. Di antara cirinya adalah suka perang. Ini karena dasar pemikiran mereka adalah “clash” (benturan, permusuhan).

Itu sebabnya yang menyulut terjadinya Perang Dunia I dan II adalah ambisi Barat menghabisi orang lain. Bahkan, sesama Barat pun bisa saling-bantai demi kepentingan duniawi.

Karena, sekali lagi, Barat yang mengaku paling berperadaban ini ternyata suka “clash” dan suka melenyapkan bangsa lain.

Pada tahun 2003, Geoger Bush sudah ikrar bahwa memerangi Iraq adalah ‘the new crusade’ (Perang Salib baru). Dengan fitnah keji terhadap Saddam Husain, bahwa Iraq menyimpan senjata pembunuh masal, dia hancurkan Negeri 1001 malam.

Negeri yang pernah memimpin peradaban dunia. Tapi Barat, yang diwakili Amerika, tak kenal peradaban. Demi membasmi Islam dan Muslimin mereka lakukan apapun, termasuk fitnah.

Tak lama, Libya pun mengalami nasib yang sama. Ternyata program Barat di Timur Tengah ketahuan, itulah ‘The New World Order’ (Tatanan Dunia Baru). Mereka ingin kuasai dunia, caranya dengan merampas minyak Timur Tengah. Tujuan akhirnya: membunuh manusia.

Sekarang, mereka melakukannya di Jalur Gaza hanya karena penduduknya tidak mau tunduk kepada Barat. Maka dengan sangat pengecut dan diwarnai frustasi dan putus-asa mereka terus membantai wanita, membunuh anak-anak, menghancurkan fasilitas umum (sekolah, rumah sakit, bahkan kamp pengungsian).

Ternyata, kaum yang konon memiliki senjata canggih itu pengecut dan suka melanggar hukum internasional, karena tak hormati etika perang. Tapi, kita kemudian sadar bahwa jika hukum yang mereka buat sendiri itu ditegakkan hancurlah peradaban mereka.

Maka Genosida di Jalur Gaza harus berlanjut. Demi eksistensi peradaban mereka yang semakin tak beradab itu.

Jas Merah!

Umat Islam tidak boleh sekali-kali melupakan sejarah. Ya, sejarah Genosida ini. Buktinya sudah dicatat dalam lembar sejarah: mulai perang salib yang berkali-kali, gènocide tentara Serbia terhadap Bosnia-Herzegovina, pengusiran umat Islam dari Spanyol, perang Iraq dan Libya, hingga hari ini di Jalur Gaza.

Ini adalah contoh nyata dari kebencian Barat terhadap Islam dan umatnya. Dan perlu diingat bahwa kebencian ini telah menjadi “tulang sum-sum” sekaligus “urat nadi” kehidupan mereka. Karena Allah telah informasikan jauh-jauh hari bahwa memang musuh Islam sangat bernafsu untuk ‘memadamkan’ cahaya Allah (Islam) walaupun tidak pernah diizinkan oleh Allah (QS.9:32).

Dan serangan terhadap Islam dan umatnya siang-malam mereka lakukan. Bila perlu, dan jika mereka mampu, tujuan utamanya adalah: agar umat Islam menanggalkan dan meninggalkan Islam ini alias ‘murtad’ (Qs.2:217).

 

Genosidayang terjadi di Jalur Gaza saat ini hanya mengafirmasi ayat di atas. Maka di dalam sejarah umat Islam kita mencatat bagaimana kaum Yahudi berkhianat kepada Nabi Muhammad di Madinah.

Bahkan, dengan sangat berani mereka ‘meracuni’ Nabi lewat paha kambing yang sudah dibakar. Karena bagi mereka, setiap Nabi Allah yang ajakannya tak sesuai dengan nafsu mereka harus mengalami dua perlakuan: didustakan atau dibunuh, tidak ada pilihan ketiga (Qs.2:87; 5:70 ).

Nah, jika para nabi saja mereka bunuh konon lagi kita sebagai manusia biasa. Ini tidak berarti bahwa saudara-saudara kita di Palestina halal darahnya. Tidak! Ini hanya menegaskan kebiadaban kaum yang nenek-moyangnya dilaknat oleh Allah menjadi kera (Qs.2:65; 5:78; 7:166).

Maka, sebagai umat yang bangga memiliki predikat khaira ummah ini harus terus waspada dan selalu bersiap dengan segala kemungkinan yang ada. Diantaranya adalah senantiasa menyusun kekuatan dan menyiapkan bekal untuk melawan musuh agama ini (Qs.25:60).

Memang Harus Islam

Timbul pertanyaan: mengapa yang menjadi korban gènocide harus umat Islam? Ya, karena hanya umat Islam dan peradabannya yang dapat menghambat kebiadaban peradaban Barat.

Itu sebabnya, sekali lagi, umat Islam harus kembali lagi ke pangkalan pikirnya, istilah Buya Hamka. Kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah: apa kata Kitabullah tentang Zionis-Yahudi; apa kata Nabi tentang bangsa laknat ini.

Semuanya lengkap. Tinggal fiqih (pemahaman) yang kita perkuat. Karena sampai kapanpun, Islam dan umat Islam akan menjadi musuh bersama Barat dan sekutunya.

Ini, misalnya, dikonfirmasi oleh Samuel P. Huntington, penulis sekalis penasihat politik Amerika Serikat. Dalam karyanya yang bertajuk ‘The Clash of Civilizations’ dia menulis sebagai berikut:

“The twentieth-century conflict between liberal democracy and Marxist-Leninism is only a fleeting and superficial historical phenomenon compared to the continuing and deeply conflictual relation between Islam and Christianity.” (Lihat, Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (New York: Simon & Schuster, 1996), 209).

Sederhananya, konflik yang terjadi antara demokrasi liberal dan Marxis-Leninisme (komunisme) hanyalah basa-basi. Itu hanya fenomena historis receh. Karena konflik yang sesungguhnya dan terus berkelanjutan adalah antara Islam dan Kristen.

Dan Kristen yang dimaksud adalah: Kristen yang telah di-Barat-kan. Kristen yang sudah disimpangkan dan dianut oleh mayoritas negara Barat. Di sini, Huntingon menegaskan sikap mereka untuk mengafirmasi firman Allah dalam QS.2:217 di atas.

Lebih jauh sebelum Huntington, seorang keturunan Nabi Muhammad ?, Syed Muhammad Naquib al-Attas (lahir 1931) telah menyatakan dalam ‘Islam and Secularism’-nya bahwa: “That Western culture and civilization, which includes Chrisianity as an integral part of it, has been assuming the posture of confrontation against Islam there can be no doubt.” (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), 97).

Jadi, Barat Kristen telah berasumsi bahwa konfrontasi antara budaya dan peradaban Barat dengan Islam itu sebuah keniscayaan.

Untuk itu, marilah kita menyadari betapa tingginya nilai agama ini. Dan sebagai agama yang memuat ajaran rahmatan li’l-‘alamin (Qs.21:107) jelas tak disukai oleh bangsa yang ingin merusak bumi ini.

Dan gènocida yang ada di Gaza bukan perlakukan peradaban Barat yang biadab terhadap umat Islam dan bukan pula yang terakhir. Di setiap etape perjalanan umat Islam selalu ada kelok tantangan kebiadaban.

Dan ini tidak akan menyurutkan kita untuk rela berkorban dengan harta, bahkan nyawa untuk membelanya. Dan ini telah dibuktikan oleh saudara-saudara kita di Jalur Gaza. Kita tentu amat “cemburu” kepada mereka.

Ya, mereka yang telah kembali kepada Allah membawa gelar “syahadah” (mati syahid). Karena mereka diberi tantangan berat yang gantinya surga nan indah. Yang wafat syahid. Harta mereka yang musnah menjadi sedekah jariah. Tidak ada yang sia-sia, kata Badiuzzaman Said Nursi dari Turki. Hanya kita yang harus terus bersiap-siap dan menyiapkan amunisi untuk bela agama ini.